Opening
00:00:00Tiga Fase Mendefinisikan Gerakan Nasional Gerakan nasional Indonesia terbentang dalam tiga fase: pembangunan (1908-1916), radikalisasi (1916-1931), dan fase defensif/kooperatif (1931-1942). Periodisasi menjelaskan pergeseran strategi dan sikap organisasi gerakan terhadap negara kolonial. Setiap fase menandai pendekatan yang berbeda, mulai dari kolaborasi, hingga non-kerja sama, hingga keterlibatan taktis dalam kerangka kolonial.
Reformasi Sosial-Budaya Menjangkar Kebangkitan Awal Organisasi awal menganut metode kooperatif dan memprioritaskan peningkatan sosial dan budaya. Budi Utomo memajukan pendidikan dan kesejahteraan bagi orang Jawa dan Madura daripada politik. Sarekat Islam dimulai sebagai Sarekat Dagang Islam di bawah Haji Samanhudi untuk memperkuat pedagang Muslim melawan pesaing Cina dan Eropa sebelum berkembang secara politik. Muhammadiyah, didirikan oleh K. H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta, berfokus pada pendidikan modern dan peningkatan masyarakat.
Arus Global dan Janji Janji yang Dilanggar Memicu Radikalisasi Doktrin penentuan nasib sendiri Woodrow Wilson pasca-Perang Dunia I dan Revolusi Rusia 1917 mendorong tuntutan untuk pemerintahan sendiri. "Janji November" Van Limburg Stirum tahun 1918 bahwa Belanda akan memberikan pemerintahan sendiri di masa depan gagal karena kurangnya dukungan dari pemerintah Belanda. Penggantinya, Fock, mengambil sikap reaksioner, memperdalam kekecewaan. Arus ini mendorong banyak organisasi untuk menolak kerja sama dan mengejar garis yang lebih keras dan tidak kooperatif.
Mengklaim 'Indonesia' sebagai Identitas Politik Istilah "Indonesia" yang dipopulerkan oleh J. R. Logan diadopsi oleh elit nasionalis untuk menggantikan " Hindia Belanda."Indische Vereeniging berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun 1922, kemudian dikenal sebagai Perhimpunan Indonesia. Partai komunis di Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia, memperkuat identitas nasional yang bersatu. Merangkul nama "Indonesia" menentang kepekaan kolonial dan menandakan nasionalisme radikal yang lebih tegas.
Represi Memacu Perubahan Pertahanan yang Strategis Tindakan keras kolonial yang keras pada akhir 1920-an memaksa peralihan dari konfrontasi terbuka ke taktik defensif. Partai Nasional Indonesia Sukarno, yang didirikan pada tahun 1927, menghadapi penangkapan; dia dipenjara dan menyampaikan pembelaannya yang terkenal "Indonesia Menantang."PNI dibubarkan sehingga memunculkan Partindo di bawah Bapak Sartono dan Pendidikan Nasional Indonesia yang dipimpin oleh Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir. Di bawah tekanan, organisasi mengkalibrasi ulang untuk bertahan dan melanjutkan perjuangan.
Memanfaatkan Volksraad untuk Menekan Otonomi Para pemimpin gerakan menyalurkan tuntutan melalui Volksraad kolonial (Dewan Rakyat) untuk menjaga tekanan tetap hidup. Mohammad Husni Thamrin dan Sutardjo Kartohadikusumo menggunakan platform ini untuk menyuarakan tujuan nasionalis. Pada tahun 1936, Sutardjo mengajukan petisi yang menyerukan pemerintahan otonom, dan pada tahun 1939 GAPI menuntut pembentukan parlemen untuk Indonesia. Bekerja di dalam lembaga-lembaga ini mengubah kerja sama menjadi instrumen taktis untuk memajukan pemerintahan sendiri.